Mengapa
Kasus Bank Century sulit di bongkar
Dalam hal ini saya akan membahas kenapa kasus bank
century sulit di bongkar namun sebelum itu saya akan menjelaskan kronologi
kasus bank century
1. 2005
Berdasarkan pemeriksaan awal 2005, Bank Century memang menjadi agen penjual produk Antaboga. Dari penelusuran BI diketahui produk yang dijual tidak mempunyai izin dari Bapepam-LK.
Berdasarkan pemeriksaan awal 2005, Bank Century memang menjadi agen penjual produk Antaboga. Dari penelusuran BI diketahui produk yang dijual tidak mempunyai izin dari Bapepam-LK.
2. Mei
2005
BI membahas secara internal karena saat itu produk reksa dana sedang marak.
BI membahas secara internal karena saat itu produk reksa dana sedang marak.
3. Juli
2005
BI mengeluarkan aturan bagaimana bank bisa menjadi agen penjual reksa dana. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa bank dilarang menjamin pelunasan bagi hasil dan nilai aktiva bersih (NAB).
BI mengeluarkan aturan bagaimana bank bisa menjadi agen penjual reksa dana. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa bank dilarang menjamin pelunasan bagi hasil dan nilai aktiva bersih (NAB).
Bank juga wajib melapor
ke BI setiap bulan mengenai produk reksa dana yang dijual.
Selanjutnya, BI
mengadakan rapat pimpinan (executive meeting) dan hasilnya otoritas
mengeluarkan memo internal untuk menghentikan penjualan produk Antaboga. Memo
itu disampaikan ke seluruh cabang Bank Century per 22 Desember 2005.
4. Awal
2006
Pengawas BI berpura-pura menjadi nasabah Bank Century. Ternyata produk itu masih ada. BI memangil dan menegur Bank Century. Pada bulan itu juga Bank Century mengeluarkan memo untuk mempertegas penghentian penjualan produk Antaboga.
Setelah itu, di buku bank tidak ada catatan-catatan dalam pembukuan.
Pengawas BI berpura-pura menjadi nasabah Bank Century. Ternyata produk itu masih ada. BI memangil dan menegur Bank Century. Pada bulan itu juga Bank Century mengeluarkan memo untuk mempertegas penghentian penjualan produk Antaboga.
Setelah itu, di buku bank tidak ada catatan-catatan dalam pembukuan.
BI langsung memberikan informasi tersebut ke
Bapepam-LK dan meminta untuk meneliti reksa dana yang dijual Antaboga.
Dari temuan BI sejak 2005, formulir penjualan produk
itu awalnya terdapat logo Antaboga dan Bank Century. Namun, belakangan sudah
tidak ada logo Bank Century, hanya Antaboga.
Kasus Bank Century
bukan kasus sederhana. Selain diduga merugikan keuangan negara, kasus tersebut
disangka menjerat pejabat negara. Petinggi tingkat elite ikut tercatut dalam
skenario pengucuran duit Rp 6,7 triliun dari kas negara. Yang lebih menghebohkan,
kasus itu tidak melulu berbicara di lingkup hukum, tapi juga segmen politik dan
ekonomi.
Memang benar, bila
ingin mendapatkan legitimasi untuk mengungkap kasus Bank Century, jalan yang
ditempuh adalah proses hukum. Pemeriksaan politik yang dilakukan Pansus Bank
Century serta sidang paripurna tidak dapat memberikan legitimasi secara hukum
agar menyatakan ada pelanggaran terhadap bailout dan FPJP ke Bank Century. Dan,
ini tak bisa dibantah.
Hanya, apakah ketiadaan
legitimasi hukum sementara ini menutup jalan pemeriksaan kasus Bank Century?
Tentu tidak. Ada jalan lain yang bisa dibuka. Karena kasus Bank Century
mengikutsertakan segmen lain di luar hukum (seperti politik), tak terlalu
keliru apabila menggunakan jalan lain untuk menemukan kebenaran di kasus Bank
Century.
Setidaknya,
ada tiga jalan masuk.
Pertama, keterangan
Komjen Susno Duadji. Susno menulis keterangan yang dituangkan dalam
testimoninya (2009) bahwa dia tidak menyidik lebih lanjut kasus Bank Century,
karena salah satu pihak yang akan diperiksa tengah maju dalam pemilihan umum
presiden/wakil presiden tahun lalu. Kemelut sedang melanda Susno. Dia terjerat
dugaan mafia perpajakan yang dibongkarnya sendiri. Saat ini suaranya pun
lamat-lamat mulai tak terdengar akibat "dirumahkan". Penegak hukum
seharusnya lebih bergerak progresif dengan meminta keterangan Susno.
Kedua,
keterangan yang ditulis George Aditjondro dalam bukunya Membongkar Gurita
Cikeas (2009). Penegak hukum dapat menelusuri beberapa keterangan mengenai
aliran dana ke partai politik peserta Pemilu 2009 yang diduga mengucur dari
dana bailout dan FPJP Bank Century. Sekali lagi, keterangan Aditjondro
setidaknya sedikit membantu penegak hukum menyusun puzzle kasus Bank Century.
Ketiga,
keterangan yang disampaikan Yusril Ihza Mahendra. Yusril dalam sebuah diskusi
di Jakarta Selatan, awal Juli lalu, menduga Presiden SBY tahu potensi
pelanggaran hukum di balik keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
mengeluarkan dana ke Bank Century. Penegak hukum tak terlalu susah kiranya
mengembangkan keterangan Yusril tersebut.
Ketiga jalan masuk
tersebut dapat dijadikan alternatif jalur penelusuran kasus Bank Century
apabila penelusuran secara hukum mengalami kebuntuan.
Kemauan Politik Setelah
penegak hukum menelusuri jalan masuk pengungkapan kasus Bank Century, langkah
selanjutnya adalah memberikan dengan legawa kemauan politik yang ada di tangan
para penguasa. Kemauan politik menjadi faktor dominan dalam membongkar kasus
korupsi, apalagi untuk korupsi kelas kakap. Parahnya lagi, kemauan politik sering
menjadi batu sandungan pengungkapan kasus korupsi.
Jeremy Pope dalam
Confronting Corruption: The Elements of National Integrity System (2000)
berujar, partisipasi masyarakat sipil serta media massa (pers) umumnya sudah
diterima sebagai faktor penentu berhasil tidaknya program pemberantasan korupsi
(antikorupsi). Namun, ada unsur yang sering tidak ada, yakni kemauan politik.
Kemauan politik untuk
membuat terang benderang kasus Bank Century belum hadir dalam koridor elite.
Kemauan politik tak jarang dikompromikan atau dibarter dengan kepentingan
antarelite. Sebagai bukti, pindahnya mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani
sebagai salah satu manajer Bank Dunia per 1 Juni 2010 ternyata mendinginkan
mesin politik salah satu partai pengusul angket Bank Century.
Sikap Partai Golkar
sepertinya melunak pelan-pelan. Bahkan, salah satu petinggi partai beringin
tersebut sempat keceplosan mengusulkan agar kasus Bank Century dipetieskan
secara politik. Tidak hanya itu, hubungan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal
Bakrie (Ical) dengan Presiden SBY seakan mencair. Forum konsolidasi bernama
sekretariat bersama koalisi dibentuk dengan mendudukkan Ical sebagai ketua
harian. Artinya, boleh jadi usul menutup kasus Bank Century belakangan ini
adalah hasil kompromi kemauan politik para pemegang kepentingan.
Yang lebih penting,
sebenarnya, kemauan politik dapat membuat seluruh pemegang kekuasaan bersimpuh
dan menuruti apa pun yang diinginkan. Ketika kasus Bank Century ingin
dibongkar, terbongkarlah. Begitu pula sebaliknya. Apakah ada kemauan politik
dari pemegang kekuasaan saat ini untuk memeriksa kasus Bank Century?
Akhirnya, keinginan
menutup kasus Bank Century bukan karena tidak ditemukannya pelanggaran hukum,
tetapi karena memang ingin ditutup untuk mengamankan pemegang kekuasaan yang diduga
terjerat skandal Rp 6,7 triliun itu.
Hifdzil Alim, peneliti
Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar